Panasnya Api Tak Sepanas Asmara

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Young Lion from Tidar

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Indahnya Dunia Antara Semerbak Bunga-bunga

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Bicaralah dalam Kesendirian dan Dengarkan Suara Langit

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Api Tak Selamanya Membaka, Tapi Bisa Juga Menghangatkan Sukma

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 18 November 2012

AIR BERBUIH DI PINGGIR WADUK



Dalam hari yang muda sekali meluncur dengan banyak membangun mimpi
Mengepit kuat-kuat di atas bola karet berjeruji besi
Laksana burung elang yang menukik menembus ganasnya angin
Dan embun dingin terasa darah yang memanas



Suara-suara letupan dari susunan besi itu berhenti
Menatap pada Timur dimana ia akan datang
Benar memang, cahaya yang memerah telah nampak
Di atas tiga roda berputar pelan, pasti

Berganti.........melempar pantat sang bidadari hati
Berdua menembus mimpi yang telah lama ada
Tangan hati cerita terpadu di atas angin dan kepulan karbon
Berhenti sama sekali di ruang tampungan hujan
Semuanya nekat untuk yang pertama

Dalam senyap siang yang penuh goresan itu
Melempar semua yang belum pernah dikenalnya
Diintipkannya topi itu di sela semak belukar tanpa ragu
Memohon untuk melepas benang sutera bekas jahitan karena luka


Bergandengan tangan mulai mendekat
Sepatu dan kaosnya terlepas satu-satu
Kaki-kaki kecil tercelupkan ke dalam waduk
Gerakkan kaki-kaki kecilnya naik turun ke samping juga
Dan air bergerak tak henti bergoyang
Sangat cepat buih terbentuk di atas riak-riaknya
Urat-urat kaki tak lagi kaku karena lama menunggu
Hati begitu lega merasakan indahnya nirwana di bayangan air itu
Belum cukup karena sifat kemanusiaannya, masih memainkan alunan riak
Dicobanya juga menari-nari di atas permukaan
Tapi kaki kecilnya mau lepas
Membiarkan kembali bergerak dengan berdiri di bibir waduk
Bergerak........bergerak, dan bergerak
Dan air beriak dan air berbuih
Menikmati semua keindahan yang terbentuk olehnya



Masih tetap berdiri pada pinggirnya
Sanggup juga tak henti jika saja jarum jam berhenti



Di pinggir waduk itu......
Kita pergi meninggalkan buih di atas busa empuknya

                                                                                                                           Karya : Layudhanko
                                                                                                                           Waduk Es, 13-01-2011



RINDUKU TAK BERUJUNG, NIMAS


Pernah ada sekali terungkap bahkan terucap
Semua akan bermuara di sisi cakrawala Barat
Seiring esoknya pagi nan bening begitu cerah
Dengan embun dan nyanyian merdu sejuta burung
Dan aku pernah juga, bahwa itu tak mungkin

Bahkan tumpukan  bukit akan kian menggunung
Ombak lautan makin keras mendera menghantam karang hati yang sebenarnya rapuh
Dan angin rasaku akan tetap berputar pada lingkaran yang telah terbentuk
Dan gunung akan tetap merenungi keindahan yang terukir bersama
Dan merah darahku......
Akan selalu bergolak dalam tiap bayang-bayang malammu


Dan rinduku, Nimas.......
    Ada bersama nyanyian-nyanyian sendu di tiap waktu
        Berkumandang bersama panggilan dari surau-surau seluruh negeri
            Berhembus bagai angin yang tak pernah berhenti
                Ada dan selalu ada sampai tak berujung
            Aku diam bukannya aku telah terbujur kaku
        Aku tak berkata juga bukan karena telah terkunci
    Bukan pula jemari-jemari ini tak dapat bicara lagi
Karena semua ruang dan waktu telah pula begitu lapang terbuka
Bukankah hutan-hutan ini dan itu telah sama-sama terbuka?

Nimas ...........Murni Emasku
Nimas ...........Bertani Masa-masaku
Nimas ...........Nirwana Lemasku


Nurani hati berkata dalam senandung rindu
Eja ditiap tidur malam bersama dinginnya waktu
Nyanyikan syair-syair sang pujangga
Ilusi tercipta fatamorgana terasa nyata
Merangkai apa besuk bagaimana
Angan dan angan terbang lepas mengangkasa
Sukmaku sukmamu berkelana terbang melayang
Fantasi penuh ketidakmungkinan
Ukiran terindah di dinding kalbu kala ini
Rentan dengan badai yang datang tak terduga
Oleh rasa tak menentu karena gejolak yang ada
Hati yang selalu merindu



Rinduku padamu, Nimas.........
Tak akan pernah berujung mungkin seperti serban sang Ajisaka
Akan selalu berganti dan berganti tak terbatas waktu
Juga selalau berhembus seperti angin yang selalu ada dan ada lagi
Ada hilang datang menghampiri



Murni dan Emasku.........
Andai saja Matahari dan bunga tak pernah ada
Tak pernah ada pula kilau-kilau dan semerbak wewangian bunga
Semua rindu dan kerinduan juga tak ada
Karena setiap ruang dan waktu pasti terisi penuh
Dengan aroma kopimu yang dimabukkan dengan kepulan asap rokok

Nimas .........
Rinduku tak pernah berujung menembus semua batas

                                                                                                        Karya : Layudhanko
                                                                                                        18 Nopember 2012

Rabu, 14 November 2012

SEPENGGAL WAKTU




Pejalan cerita telah tempuh empat puluh lebih
Langkah mantap teratur
Nafas dan darah lancar mengalir
Peluh menetes satu-satu
Asa yang entah sekedar bayang
Teranyam rapi pada langit langit khayal
Juga bunga dan bijinya

Paruh waktu kemudian
Sombong dan pongahnya dia
Melemparkan di sisi panas Matahari

Sendirian sungguh punya mata buta
Hati luka mulai busuk
Rusuk patah dan hilang, nafas palsu tersendat
Mata hati mati, terkubur ia!

Tapi dada tipisnya tengadah, digagahkan
Menawarkan kepura-puraan!



                                                                                                                        By: Layudhanko      

Kembanglimus, 10-10-2011

JAKA LELANA SANG PECINTA SEJATI


Wajah murung menatap celah waktu
Kulit hitam legam terbakar Matahari
Badan kecil menegak tegar
Dada kerempengnya berkata :
    “Aku pecinta sejati
     Yang selalu mengagungkan nama cinta
     Cintaku seputih salju
     Sesuci embun
     Semurni logam mulia
Tapi......
Juga  semerah darah
Sekeras baja
Bahkan sepanas Matahari”

Tatapan ini adalah tatapan cinta
Kata-kata ini adalah kata-kata cinta
Pikiran di dada dipenuhi dengan makna cinta
Desah nafas ini....adalah desah cinta
Belaian ini juga belaian cinta
( seluruh jiwa dan tubuh hanya untuk satu kata........)

Dengan segala yang ada di Bumi
Ia menatap Rembulan
    Menggandeng para bintang
        Membelai pucuk-pucuk nyiur
            Mengucap mesra si tubuh angin
                Luluh dalam kepasrahan..........
            Mengagungkan nama cinta
        Mendewakan beningnya kasih
    Menerbangkan ke awang
Menembus nirwana
Mungkin sebagai penari hati

                                                                                                                        By: Layudhanko
Kembanglimus, 25-08-2011

KEMBALI BERULANG DALAM SEBUAH MUSIM


Hangat musim panas masih sangat terasa
Melekat erat dalam dada
Di tiap tapak langkah
Bergerak antara puing yang dibangunnya sendiri


Bersama kerelaan dan keyakinan akan suatu misteri
Panjang jalan yang tertempuh

Tak terdengar rintihan sekecil debu
Dan nyanyian sang penyamar berlalu
Dan musim panas kembali berulang

Satuka dua tiga sungai dalam genggaman penyair
Pantul dan biaskan  nyanyian jiwa
Sambut musim panas kembali berulang


                                                                                                                              By Layudhanko
Borobudur, 28-08-2011

EMBUN DUDUK BERSIMPUH

Setetes embun jatuh melayang
Duduk bersimpuh di bawah kaki bulan
Wajah menegak
Mata berlinang dan berucap :
    Sedikit agak rapi
        Tatapan tak lagi redup nan sayu
            Ingat dari mana dia datang
                Ada kembali dan nyanyian rindu dikenal lagi

Angkuh lenyap
Sombongpun berlari

Maaf untuk hari ini..............
    Kemarin............................
        Kemarinnya....................
            Kemarin – kemarinnya................
                Dan yang dulu juga!!!!!

Sikap ini terlalu angkuh
Mata ini terlalu buta
Dan tangan ini terlalu tajam menuliskan beribu alasan

Lihat........dengar.......dan rasakan
Rupanya hukuman telah dijatuhkan

Penyesalan yang tiada ujung




                                                                                                                        By Layudhanko
Kyai Langgeng, 25-08-2011

Selasa, 13 November 2012

MENYEBUT TAK TERHITUNG

Dalam sehari
Dalam hati
Entah berapa kali
Menyebut namamu....
Menyebut sebutanmu.......
Menyatakan bahwa cinta kamu
Kangen kamu
Sayank kamu
Butuh kamu

Entah berapa kali
Seratus kali?
Lima ratus?
Seribu?
Mungkin saja, ada!



                                                                                                                                  By Layudhanko
Kajoran, 20-08-2011

MENEMBUS BATAS


Sepi.........
Suara –suara yang ada tak begitu mengusik
Nyanyian katak hanya sekedar lewat
Kepakan sayap kelelawar kadang mengagetkan
Dan rintihan burung hantu menambah syahdu

Sejak itu.........
Tak pernah lagi menatap bunga
Apalagi cium wangi melatinya
Juga damai batinnya
Juga tatapan itu, menusuk jantung
Hanya fatamorgana di gurun nan luas

Malam ini..........
Juga malam – malam sebelumnya
Dan besuk malam lagi
Dan malam – malam besuknya lagi
Bersama angan yang berputar melingkar –lingkar
Menatap wajah dan mata
Menikmati semua yang ada
Sampai tak dapat dimengerti!



By Layudhanko

RUNTUHNYA PENANTIAN YANG TAK TERDUGA


Sebenarnya.......
Mereka berjalan pada garis edar sendiri –sendiri
Tuk kuasai masing-masing waktu
Berpura tak terjadi tornado

Awalnya tertanda
Pada satu jembatan darah
Nyata luluh bersenyawa

Empat mata berbinar
Tangan menyatu menelusuri padatnya pengunjung
Langkah dan cerita mengalir tanpa arah

Berhenti di sisi Barat
Di balik tebing pada jalan setapak
Beralaskan jaket malam
Mendengarkan nyanyian-nyanyian jiwa
Yang dulu terlewatkan sudah

Pikiran hilang, hampa!
Serasa waktu berlari
Dan sandal sang bidadari putus
Menjadi komedi yang tak terlupa

                                                                                                                                By Layudhanko
Magelang, 22-08-2011

BUNGA DI SEBERANG JALAN


Disana, di seberang jalan itu
Bunga tumbuh merekah
Mahkotanya berkilau memantul
Wangi, sangat mengusik

Mata sungguh berbinar
Hati tergetar selalu mengkhayalkan
Tapi.........


Tapi tubuh itu melingkar
Mata juling selalu menusuk
Telinga dipasang dan pukat ditebar

Hati nyata milik rasa
Tak terkekangkan

Pada seberang ini, berdiri
Berbicara sendiri
Berteman langit
Menyaksikan senyuman mahkota bidadari
Mendengar desah nafas memburu
Yang kadang menemui di mimpi - mimpinya


By Layudhanko

BULAN TAK BERKHIANAT

Bumi berputar pelan namun pasti
Seakan Matahari dari Timur ke Barat
Dan bintang yang berkedip
Angin malam berhembus dingin
Si Bulan setia nemani, hadir tuk seluruhnya
    Langitnya
        Buminya
            Pohonnya
        Udaranya
    Embunnya
                                                                           ( dengan ketaatan pada sang bintang,
                                                                           Dan kesetiaan juga pada si Bumi )

Pohon-pohon karena benihnya
Udara dengan senyuman
Embun yang jadi penyejuk hati tersinarkan
Diciumnya dengan kejauhan dengan segala rasa yang dipunya
Ia juga ia adalah satu
Berkilau karena sinarnya
Bersinar karena pantulnya

    Bulan itu sungguh tak berkhianat
    Nyatanya dengan kasih tetap menjaga sang Bumi
    Masih menyinar pohon-pohonnya
( sekedar bantu ia tetap berkilau meski hanya ditiap pagi saja )

Sang embun akan jadi saksi
Saat Tuhan mempertanyakan!

RUMAH BERNYANYI DAN SENYAP




Kembali musim terbuka
Alunan syair lagu berbisik
Berkata dan bercerita
Tentang usaha
    Kerinduan
                                                  Ketulusa
                                                      Kerelaan
                                                  Perjuangan
                                             Banyak rasa
                                        Rapatnya suatu benteng
                                   Doa-doa keihklasan
                              Dan pengorbanan tanpa pamrih

Pada ruang tamunya
    Sikap ramahnya embun sangat terasa
        Senyuman sang bidadari yang begitu sejuk
            Pengabdian tanpa pamprih makin tergambar dan mendalam

Lalu duduk bersandar di ruang tengah
Berkisah pada petualangan
Dan kebebasan tanpa batas
Pada dunia yang berkabut
( tak merubah tonggak yang telah berdiri )


Oleh : Layudhanko
Borobudur, 20-08-2011


HABIS SUDAH SUARA-SUARA SERAKNYA




Burung menyebarkan kabar
Gelegar guntur menggetarkan jendela
Dan auman raja hutan menyiutkan hang pemburu
Bahwa dulu penelusur jalan
Belantara dan padang dijelajah
Dari pintu ke pintu dan hati
Namun hanya beberapa yang terukir





Waktu berlalu, dan berhenti
Jarum jam terpaku diam
Mata telinga terkunci
Hati beku, dingin

                       Langkah tetap melangkah
                       Nafas tetap berhembus
                       Namun hanya seperti angin
                       Tak berbekas sama sekali

Semua setelah-mu terasa hambar
Tak pernah menemu lagi
Setelah-mu tak pernah lagi




KERUCUT BERSAMA


Sejak semula
Asa hati sangat terasa kuat
Bersama angin untuk bersama dan menyatu luluh
Meniti hari sepanjang sisa hari setiap ingin
    Bila tidak dalam setiap ingin
        Setip hari pun boleh
            Bila tidak dalam setiap hari dalam sisa nafas ini
                Setiap hari setengah usia pun tidak apa-apa
                     Setiap sebulanpun
                                                   Setiap semesterpun
                                               Setiap setahunpun
                                         Setiap dua tahun
                                   Lima tahun pun tak apa-apa, ya Langit!
                             Atau mungkin setiap sepuluh tahun???

Apabila memang tak mungkin dalam setiap sepuluh tahun
Sekali sajapun sudah cukup

Jika memang tidak.....
Sungguh, tidak apa- apa

Karena kakek telah meyakini
Air sungai akan berkumpul pada akhirnya



HARUSNYA TAKDIR SELALU ADA

Kembali pada biasa, di situ
Menatap juling mengintip celah
Dengan segala yang ada
    Itu suatu keagungan
        Itu adalah keceriaan
            Itu juga kesetiaan
                Mungkin sangat mendasar, ihklas


Hati tersenyum dan langitnya memerah
Tapi wajah cantik sepucat mayat
Mata yang yang harusnya ada begitu temaram


Disana bukan yang itu
Disini bukan yang ini
Bukan pula seperti disana dan disana
Entah kemana pergi si kelinci putih
Setelah tahu rumput-rumput mengering
Harusnya biasa-biasa ia ada
Meloncat-loncat riang di sekumpulan semak
Sambil menggendong cerita tadi siang
Sebenarnya hati sendiri telah tahu
Bentuk telah dilukiskan sejelas di depan cermin
Pencarian di seribu kota dan hati
Ucapan doa-doa sepanjang hari
Menyempatkan dalam tiap ruang sempitnya
( untuk bukti seluruh yang ada )
  

Senin, 12 November 2012

YANG TERSIBAK YANG LEPAS

Badai musim hujan datang menghempas
Jalan retak dan putus
Semua tersapu
Melayang entah kemana
Terpikir telah berlalu
Ternyata pusat pusaran masih terbentuk
Tetapi tidak dengan kekuatan itu


    Dan........
    Berganti!!!!!!


Malam tanpa mendung
Dingin udara menusuk sumsum
Dan Langit bernyanyi
Dan bintang tersenyum
Dan angin bercengkrama mesra dengan dedaunan


Tak ada lagi penghalang rasa
Suara hati jadi milik sendiri
Terbuka menyingkap
Tanpa celah sangat rapat

DALAM RASA

Dalam rasa adalah Mama
Tempat bersandar pada pangkuan
Dinina bobok dengar kisahnya
Pelukan erat
Pelepas mimpi di nirwana
Padamu aku mengadu!

 Dalam rasa adalah Dinda
Tempat beban di pundak
Sampai tak terbatas waktu
Dari terbit Matahari hingga lagi dan lagi

Dalam rasa adalah Kasih
Tempat memanjakan seperti gadis kecil dengan bonekanya
Pada setiap waktu

Dalam rasa adalah Bidadari
Yang selalu dipuja para dewa
        Para pujangga dan penyair
            Juga pemimpi-pemimpi itu
                Siang malam
                    Tak terbatas waktu

Sebagai simbol keanggunan
Terpajang anggun di relung-relung hati
Terukir indah di dinding angan
Serasa permaisuri
Dengan senyum tanpa kedok
Bukan sekedar kehendak hati
Yang lepas saja, mengepak begitu bebas

Dalam rasa adalah Teman
Yang bermain layang-layang menembus awan
Yang sesekali mendesah, terjatuh........

Penulis by Layudhanko

MAKNA SUATU DISANA

Penuh asa dan rasa
Yang dulu tak pernah ada
Sungguh tak sama sekali
Dari Mataharinya
    Bulannya
        Anginnya
            Airnya
                Hatinya
                    Jantungnya, dan.........
                                                        Rasanya!!!!!


Pada ini, disini......
Bulan telah penuh di hati sang dewa
    Berlian lebih berkilau
        Dan darah di atas tungku bergolak
            Dan sang pemimpi melambung
                Dan asa terukir di dinding-dinding langit
                    Menembus batas sukma.......


Kata rasa begitu sulit dimengerti
Yang ada menjadi tak ada
Yang tiada terasa ada, sungguh.....
Tak bisa juga diukir dengan kata-kata
Apalagi sang pelukis dengan kain kanvasnya
Mata
    Hati
        Jiwa
                Rasa
 ( Menjadi ada dimana-mana )

MERPATI DI KEBISUAN MALAM

Semua terlihat tak aneh
Ombak di tengah laut mengalun berirama
Burung camar masih terbang rendah di atas kapal nelayan
Dan beribu gunung sejak dulu masih saja merenung





Tanpa kata
    Bintang bercanda
        Bulan tersenyum
            Bunga merekah
        Gagak mengakak
    Sepasang merpati mengangguk
Sepakat terbang bersama

Meski batu terlihat batu
Dan pohon tampak pohon

Ada ombak siap tepis karang
Ada matahari panas membakar
Juga magma bergolak dalam ketidaknampakan

Sepasang merpati mengangguk-angguk




BUNGA LESTARI DI UJUNG PANJER


Saat pertama mekar
Si lebah kecil terbang berputar
Menari
    Menukik
        Berguling
            Bahkan bak badut
                                            ( yang kehilangan arah........ )

Eh......
Aroma kembang tak disangkal
Tersenyum, terlena
Menyebarkan buaian hati bagi sang anak

Dan angin memang bergerak
Dan biarkan saja
Menghempaskan yang dirajutnya, sendiri!

Dari ujung panjer, mengintip
“Jemari ini terlalu kaku”
Manis madu milik-nya saja!


 Penulis by Layudhanko

Minggu, 11 November 2012

PERJALANA PULANG



Tanpa sengaja meminta, dia berikan
Disimpannya nama bulan
Entah mana yang ada bergerak
Yang begitu tampak adalah hasrat
 
    Dengan seribu ketidakmengertian
    Dicoba dan nyata terbalas, pagi itu
    Berat.....kaku....juga mengapa
    Hanya tentang Dia, sang Tuhannya!

Di pagi yang memang tak sama
Dentuman meriam menggetarkan
Memijarkan lampu-lampu pinggir jalan
Mengantar kepulangan jiwanya


Jumat, 09 November 2012

Sekuntum Cempaka Sedang Mekar


Ditaman sari desa tumangkar
Kelopaknya indah tersenyum segar
Kan kupetik cempaka itu
untuk kubawa tidur malam nanti


Ku buka daun jendela
dan terbentang malam yang indah
di hiasi chandra kartika
Di bulan Waisya ini
Sepuluh kali aku melewati pintu rumahmu
yang masih rapat terkunci dari dalam
Kapan kau buka
Wahai sang dewi puspa

sekalipun aku tau pintu rumahmu terkunci
aku akan mengetuk nya berulang kali
angin yang menghembus bumi menjadi saksi
penyesalan dwipangga menyentuh kedasar hati


Nari Ratih…………………..!
Kau adalah sebongkah batu karang
Tapi aku adalah angin yang sabar dan setia
Sampai langit di atas terbelah dua
Aku akan membelai namamu bagaikan bunga

hujan sore ini turun dengan sedihnya
tanpa angin tanpa pelangi
apakah itu pertanda harapanku akan sia sia
kulewati malam yang dingin ini dengan gemetar
sambil terus mengenang wajahmu...
nari ratih........

Aku berkelana mencari cinta
ke desa-desa yang jauh
Akhirnya di candi walandit
kupuaskan dahagaku

Selasa, 06 November 2012

BALADA PRIA LUSUH


Pria itu setengah umur
Keriput wajah rambut keperakan
Berharap, Matahari tak mengerti
Berjalan di tengah padang senja nan gersang
Cari-cari dan sribu tanya, tak mengerti!

    Dengan sangkur yang begitu akrab
    Pagi seperti rengekan si kecil
    Siang berpaling dengan baju kumal
    Malamnya mata beringas

Dalam ketidakpengertiannya
Ketuk dimana-mana, akhir jalan.....
Sebongkah hati dalam keputusan

    Lama berjalan dan semua terlupa
    Sekedar perputar ikuti masa

Layar tersibak tabir terungkap
Mutiara yang hilang
Tak lagi!

                                                                                                                        Layudhanko
Kembanglimus, 24-07-2011

LAPORAN OJL - LANDUNG YUDYANDOKO


Materi       :   Laporan OJL
Penyusun   :   LANDUNG YUDYANDOKO



Berkas Laporan OJL - DOWNLOAD


Materi      :   Lampiran OJL
Penyusun  :   LANDUNG YUDYANDOKO



Berkas Lampiran OJL - DOWNLOAD


Materi      :  OJL LANDUNG YUDYANDOKO - POWER POINT
Penyusun  :   LANDUNG YUDYANDOKO



Berkas OJL - Power Point - DOWNLOAD

Demikian arsib document ini saya publikasikan, mudah-mudahan dapat menjadi bahan referensi bagi yang membutuhkan, dan bagi saya pribadi artikel ini sebagai media penyimpanan / arsib di Internet.


tertanda
admin blog